![]() |
![]() |
![]() |
|
Suatu
masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang anak
lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari.
Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas
hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon
apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat
permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.
Masa
berlalu... anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia
tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon
apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel
tersebut dengan wajah yang sedih. "Mari bermain-mainlah di
sekitarku," ajak pohon apel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak
lagi gemar bermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku tak ingin
permainan. Aku perlukan uang untuk membeli mainan," tambah remaja itu
dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, "
Kalau
begitu, petik lah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan
uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kau inginkan."
Remaja
itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari
situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon
apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak
pohon apel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja
untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat
perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah kau menolongku?" Tanya anak
itu."
Maafkan
aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku
yang besar ini dan kau buat lah rumah daripada nya." Pohon apel itu
memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong semua
dahan pohon apel itu lalu pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun
turut gembira tetapi kemudian merasa sedih karena remaja itu tidak
kembali lagi selepas itu.
Suatu
hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia
sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel
itu. Dia telah matang dan dewasa. "Marilah bermain-mainlah di
sekitarku," ajak pohon apel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi
anak lelaki yan gsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku
mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai
perahu. Bolehkah kau menolongku?" tanya lelaki itu."
Aku
tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada mu. Tetapi kau boleh
memotong batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar
dengan gembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan
menebang batang pohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengan
gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namun
begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimakan usia,
datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain
di sekitar pohon apel itu."
Maafkan
aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah
memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku
untuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir
mati..." kata pohon apel itu dengan nada pilu."
Aku
tidak mau apelmu kerana aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku
tidak mau dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu
batang pohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah
dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."
Jika
begitu, istirahatlah di perduku," kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua
itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka
berdua menangis gembira.
Sebenarnya,
pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua ibu bapak
kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita
meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup.
Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila
kita di dalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan
melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Anda
mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon
apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan
anak-anak masa kini melayani ibu bapak mereka. Hargailah jasa ibu bapak
kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari
ibu setiap tahun.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar